Latest Templates

artikel cibaduyut

Saturday, July 23, 2011

Fahmi Idris: Pekerja Anak Tiga Juta Orang
Rabu, 20 April 2005 | 03:06 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris mengatakan, dari 104 juta angkatan kerja, tiga juta diantaranya adalah pekerja anak yang bekerja di berbagai sektor. Jumlahnya paling banyak terdapat di Pulau Jawa karena jumlah penduduknya besar dibanding pulau lain.

Upaya pengurangan pekerja anak secara umum, menurut dia, dapat diatasi dengan perbaikan ekonomi, sehingga membuka kesempatan kerja seluas-luasnya. Mereka dapat diberikan pelatihan melalui Balai Latihan Kerja (BLK) yang telah diberi alokasi anggaran Rp 50 miliar.

Di beberapa daerah sekarang sudah memberikan pelatihan kepada pekerja anak. Fahmi mencontohkan Sumatera Utara yang telah memberikan kursus menjahit dan perbengkelan. Selain itu, orang tua dari pekerja anak juga diberikan bantuan modal untuk mengembangkan usaha.

Daerah lain yang dinilai berhasil dalam menanggulangi masalah pekerja anak, menurut Fahmi adalah Jawa Timur dengan total 625 pekerja anak.

Namun, ia mengeluhkan jumlah BLK yang kurang dikelola dengan baik oleh daerah sejak otonomi daerah. “Sebelum otonomi daerah, Depnakertrans mengelola 156 BLK, tapi kini hanya 8 BLK,” ujarnya. Ia berharap, daerah yang tidak mampu mengelola BLK mengembalikan fungsi pengelolaannya kepada pusat. Rini Kustiani

artikel cibaduyut

Produksi Sepatu Nasional Menurun karena Mesin Sudah Tua
Rabu, 15 April 2009 | 21:42 WIB

TEMPO Interaktif , Jakarta: Utilisasi pabrik sepatu nasional turun 20 persen, dari 80 persen menjadi 60 persen karena kondisi mesin yang sudah tua dan dampak krisis ekonomi global.

"Utilisasi antara 60-70 persen," kata Direktur Jenderal Industri Logam Metal Tekstil dan Aneka, Anshari Bukhari di Jakarta, Rabu (15/4).

Anshari menjelaskan, sejak krisis ekonomi 1996, industri alas kaki tidak mengadakan peremajaan mesin dan peralatan produksi. Akibatnya, kemampuan mesin peralatan untuk produksi menjadi terbatas, tidak efisien, dan mengurangi daya saing. Padahal, produk alas kaki merupakan barang fashion yang perubahannya cukup cepat, sehingga butuh bahan baku dan mesin dengan teknologi yang baik.

Dia menjelaskan, produktifitas tenaga kerja Indonesia masih rendah dibandingkan dengan Cina. Dalam sehari, satu orang pekerja hanya bisa mengerjakan lima pasang sepatu. Sedangkan di Cina, satu orang pekerja
bisa mengerjakan delapan pasang sepatu dalam sehari.

Penurunan produksi industri alas kaki menyebabkan Indonesia kini hanya menduduki peringkat ke 11 dengan nilai ekspor US$ 1,8 miliar tahun lalu. Peringkat itu di bawah Cina dan Vietnam. Padahal, pada 1996
Indonesia menduduki peringat ketiga dunia dengan nilai ekspor US$ 2,1 miliar.

artikel cibaduyut

ILO: Penanganan Pekerja Anak di Indonesia Cukup Baik
Selasa, 19 April 2005 | 16:43 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Badan PBB yang menangani tenaga kerja, International Labour Organization (ILO), menilai pemerintah Indonesia cukup berhasil dalam menangani pekerja anak. "Indonesia cukup baik ," ujar Kari Tapiola, Direktur Eksekutif ILO untuk Standar dan Prinsip-Prinsip Serta Hak-Hak Mendasar di Tempat Kerja, dalam jumpa pers di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Selasa (19/4).

Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris, keberhasilan ini tidak lepas dari upaya-upaya yang dilakukan Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak. Komite yang dibentuk pada 2001 itu mempunyai dua program dalam menanggulangi pekerja anak.

"Pertama perbaikan pendidikan, kedua perbaikan kehidupan ekonomi masyarakat," ujar Fahmi.

Perbaikan pendidikan, kata dia, difokuskan kepada pekerja anak. Sedangkan, perbaikan kehidupan ekonomi lebih ditekankan kepada orang tua. Caranya, dengan memberikan modal usaha dan pelatihan keterampilan.

"Dengan orang tua mendapat kegiatan ekonomi, anak dapat melanjutkan pendidikan," ujar Fahmi. Ami Afriatni

Bermain di tim - tempo

27 JUNI 1981
Bermain di tim
SEBUAH harmonika di mulutnya -- sementara jari-jarinya memetik kecapi. Supeno, 33 tahun, lebih populer sebagai Braga Stone. Sabtu pekan lalu ia manggung di Teater Arena Taman Ismail Marzuki, ditonton sekitar 200 orang -- semuanya anak muda. Supeno sungguh seniman. Ia tunanetra yang pandai main kecapi dan harmonika sekaligus. Yang dibawakannya dari lagu-lagu The Beatles sampai Ebiet, dari rock sampai country. Dan ini, Hesti, lagu Lilies Suryani yang populer di tahun 1964, yang selalu dibawakannya setiap ia manggung, malam itu pun tak ketinggalan. O, o, Hesti mengapa wajahmu mirip dia, guraunya, adalah baris lirik lagu Lilies tersebut yang berkesan padanya. Memang. Anak Cibaduyut, Bandung, yang malam itu muncul dengan stelan jas cokelat muda, mulai belajar memetik kecapi ketika umur 10 tahun. "Saya belajar sendiri," katanya. Terdesak kebutuhan hidup, 1970 ia memberanikan diri mangkal di Jalan Braga-ngamen. Empat tahun kemudian namanya jadi tenar dengan sebutan Braga Stone dan diundang ke berbagai kota. Tentang sebutan itu, ada ceritanya. Tahun 1973 Supeno diajak mahasiswa ITB meramaikan dies natalis. "Waktu itu saya diperkenalkan sebarai Rolling Stones Indonesia." Tapi baru setahun kemudian, ketika ia ngamen lagi di ITB, penonton ramai memanggilnya Braga Stone. Ayah lima anak ini sudah mengelilingi hampir seluruh kota besar di Jawa dan Sumatera. Juga pernah tiga kali main film -- yang terakhir bersama Rano Karno dalam Mawar Merah Berduri Duka (belum beredar). Tidak seperti biasa, dalam film ini ia pun tarik suara -- sembari memetik kecapi. Dia memang jarang menyanyi. "Rasanya suara saya ini serak-serak becek," kata Supeno, yang mengaku punya penghasilan Rp 150 ribu sebulan. Ini kalau hanya mangkal di Jalan Braga saja -- sebab di situlah terutama rezekinya. Braga Stone.

UNICEF Beri Penghargaan Kepada Tiga Remaja Indonesia

UNICEF Beri Penghargaan Kepada Tiga Remaja Indonesia
Selasa, 06 Mei 2003 | 10:05 WIB

TEMPO Interaktif, Denpasar:The United Nations Children’s Fund, UNICEF, Selasa (6/5) ini memberi penghargaan kepada tiga remaja Indonesia yang dianggap memberikan kontribusi dalam penegakan hak-hak serta kesejahteraan anak di Indonesia. Mereka dijuluki UNICEF sebagai pemimpin muda di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Desi Gloria Arwam (14 tahun), Rosadi Mulya (14) dan Yunaidy Coventy Tuka (15) terpilih diantara 16 anak yang diseleksi panitia dari LSM dan lembaga pemerintah.

“Ketiganya betul-betul telah memberikan sumbangan pada masyarakatnya,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Carol Bellamy, dalam rangkaian acara Konferensi Tingkat Menter Asia Timur dan Pasifik Ke-6 Mengenai Anak di Nusa Dua, Bali.

Desi, siswi SMP dari Desa Holtekamp, Papua aktif mengkampanyekan hak-hak anak di komunitasnya. Puteri seorang guru sekolah ini merupakan duta anak yang dinobatkan dalam ulang tahun World Vision 2000 di Jakarta. Pada tahun 2002 Desi menjadi pembicara dalam acara ‘Pekan Anak’ di Kecamatan Waris, Papua.

Sedangkan Ros, terpilih karena aktif dalam Sanggar Kreativitas anak Sidikara, Bandung. Ia adalah buruh pabrik sepatu di Cibaduyut dengan upah Rp 10.000 per minggu. Ia lalu meninggalkan pekerjaannya dan terlibat dalam proyek ILO untuk menghapus perburuhan anak. Ia pernah ikut juga dalam sebuah proyek film mengenai buruh anak yang disponsori Microsoft, oleh karena itu ia berhak mengikuti pelatihan teknologi informasi untuk perangkat lunak Microsoft.

Venty, siswi SMP desa Oesao, Nusa Tenggara Timur, terlibat aktif di perkumpulan anak Tabua Matnekmes. Perkumpulan ini, menerbitkan majalah anak yang mengangkat tema tentang hak anak.

Dalam acara yang dihadiri utusan dari dua puluh negara, ketiga remaja tersebut tampak bahagia di tengah pesta koktail. Menteri Kesehatan Achmad Sujudi mengaku bangga terhadap prestasi anak Indonesia yang dipilih UNICEF sebagai tiga pemimpin muda Indonesia. (Anggoro Gunawan –Tempo News Room)

Sepatu

Sepatu dari Cina Banjiri Cibaduyut

Selasa Maret 3, 2009 | 14:40 WIB

TEMPO Interaktif , Bandung :. Sepatu pekerja di Cibaduyut mengeluhkan sepatu buatan China memasuki industri sepatu di Cibaduyut dan sekitar kota Bandung "Beberapa toko masih menjual sepatu dari Cina," kata Odang Koswara, kepala Development Facility Kecil Sepatu dan Usaha Menengah di Bandung, kemarin (2 / 3). Odang mengatakan bahwa sepatu dari Cina pertama kali mulai memasuki Cibaduyut tahun 2005. Hampir 10 persen sepatu yang dijual di Cibaduyut berasal dari China, bagaimanapun, hanya lima persen ini tahun. "Hanya dari penampilan fisiknya, tidak ada berbeda antara Cibaduyut dan sepatu Cina. Tapi dalam hal kualitas, sepatu Cibaduyut lebih baik dari sepatu Cina, "katanya. Odang menyebutkan bahwa antara tiga dan empat juta pasang sepatu yang dibuat oleh 3.519 pekerja setiap tahun dengan total investasi Rp14 miliar. Alwan Ridha Ramdani

datang ke Cibaduyut

12 JANUARI 1974
Cerita lurah se dunia
ANAK-ANAK muda di Bandung konon tak sukar mengikuti perkembangan mode, meski kantong tak keliwat tebal. Untuk urusan sepatu misalnya, mereka bisa saja datang di pinggir-pinggir kota dan memesan bentuk sepatu yang paling mereka sukai. Itu bisa didapat di banyak tempat. Tapi ada satu desa yang penduduknya boleh dikatakan sebagian besar mengerjakan sepatu, yaitu di Cibaduyut. Penduduknya 7.200 jiwa dan tercatat ada 193 pengusaha industri sepatu rumahan. Minimal tiap pengusaha ini menampung 5 tenaga kerja. Mereka tergabung dalam Kopsi (Koperasi Produksi Sepatu Indonesia). Sehari mereka menghasilkan sepatu dari segala jenis -- mulai yang dapat dibeli oleh anak sekolah sampai buat pembungkus kaki nyonya-nyonya dan bapak-bapak -- sejumlah sepuluh ribu pasang. Itu tentu dengan segala mode pula: mulai buat kepentingan resepsi sampai bentuk yang belakangan ini tersohor bagaikan uleg gado-gado itu. Desa ini letaknya tak jauh dari pusat kota Bandung ke arah selatan berkisar 6 km saja. Atau dari jalan raya Bandung -- Soreang lebih kurang 2 km masuk kampung. Di samping menonjol dalam soal sepatu, Cibaduyut juga terbilang mashur dengan ikan, yang ikut mensuplai kebutuhan perut orang-orang Bandung. Satu lagi yang rada istimewa di desa ini: Kepala desanya diberi julukan "lurah sedunya" alias lurah sedunia. Tak jelas asal-usulnya penamaan itu tapi konon bagi gubernur Solihin, Lurah yang satu ini di antara 3.500 Lurah di Jawa Barat merupakan Lurah yang paling dihafalnya, bernama Haji Rusdi. Berkepala gundul bagaikan kubah planetarium, sang lurah, 64 tahun, sudah memegang jabatannya itu selama 34 tahun non stop. Minta disemprot. Akan halnya usaha persepatuan itu jika dihitung di atas kertas, omzet perhari dapat mencapai Rp 5 juta. "Tapi yang menghambat produksi ialah tak adanya tempat pemasaran di kota" keluh Haji Rusdi. Sehingga mereka terpaksa menjual kepada toko-toko langganan pembuat, yang apa boleh buat suka-suka berbau ijon. Sebab mereka hanya bisa mengantongi uang seperempat saja. Selebihnya hanya berupa bon untuk membeli bahan mentah sepatu. Itupun dengan harga toko. Ini dirasakan bagai ganjelan, terutama pengusaha yang kegiatannya kecil-kecilan saja. "Bila ada toko di Bandung, kami tak akan terjepit oleh modal pengusaha toko" tambah lurah Rusdi yang menunjukkan bahwa dengan cara membuka toko sendiri "akan lebih menguntungkan, uang bisa kembali sepenuhnya". Tak dijelaskan apakah buat menghadapi kemungkinan bertoko sendiri, sudah juga disiapkan keahlian mengurusnya. Sehingga dijamin tak malah jadi tambah kesulitan. Tapi yang jelas keluhan wak haji itu sudah sejak lama disampaikan kepada atasannya tanpa ada tanggapan. Satu ketika memang pernah gubernur Solihin berkata bangga kepada Sunarya Hamid -- pembantu TEMPO di Bandung "sepatu saya ini buatan Cibaduyut". Begitu adanya. Cibaduyut meski harus bergelut dengan kesulitan toh maju juga biar agak beringsut-ingsut. Di desa ini kini terdapat sebuah gedung SD yang kwalitasnya lumayan dan digunakan pagi dan sore. Tak ketinggalan tentu madrasah, ada dua buah. Tanah persawahan 164 ha, sebegitu jauh menurut wak haji "tak perlu pupuk, tanahnya subur" katanya "kecuali yang kami perlu ialah obat penyemprot hama". Cibaduyut memang tak termasuk dalam jaringan bimas. Meskipun ada kolam seluas 54 ha, yang menghasilkan ikan cukup lumayan. "Pokoknya kebutuhan orang Bandung, datangnya dari sini", kata haji Rusdi. Ketuk Sutami. Satu hal lain yang pantas membuat wak haji ini berbesar hati ialah usahanya memasukkan listrik ke desanya. Puluhan tahun penduduk beremang-remang atau paling banter hanya kenal sinar petromak. Tapi sejak Agustus lalu, sudah terpancang 221 tiang permanen. Sedikitnya sekarang ini 400 rumah sudah menikmati lampu listrik. Barangkali sekedar mengkaji uletnya kepala desa yang meski tua tapi tak sendirinya loyo ini, masuknya listrik ke Cibaduyut punya cerita: singkatnya haji Rusdi cukup mengendus bahwa biasanya soal begini bisa berlarut-larut dan tak kunjung terkabul. Maka beliau pun datang ke Jakarta, langsung masuk kantor Menteri Sutami. Konon penjaga pintu agak berkerut mendapatkan tetamu dari desa yang tanpa ayal ingin ketemu pak menteri. Mungkin agak tersinggung lantaran tak dipandang sebelah mata itu, haji Rusdi bicara tanpa aling-aling "Tak akan ada pemimpin di Jakarta, kalau tak ada orang seperti saya". Akhirnya Cibaduyut diberi listrik berkat permohonan kepala desanya yang berani. Di samping itu rasa tenteram penduduk di bawah kepala desa selama 34 tahun ini, mungkin juga lebih beralasan oleh adanya perbaikan-perbaikan maupun pembangunan yang nyata. Tahun '69 sampai '73, telah dibuat sebuah dam yang tentu berguna sekali. Biayanya Rp 577.662 dengan perincian Rp 92.500 subsidi pemerintah, Rp 336.912 dari Ipeda dan Rp 148.250 dari swadaya penduduk. Kemudian pada tahun 1970 membuat empat gorong-gorong untuk sarana perhubungan. Setahun kemudian fokus pembangunan pada soal pendidikan dan sosial, seperti membuat mesjid, sekolah. Dan jika ditotal biaya yang telah dihabiskan sejak 1969 sampai 1973, maka tercatat Rp 4.267.193,69 yang diperoleh baik dari subsidi pemerintah dan hasil Ipeda. Swadaya masvaakat saja meliputi Rp 885.979,50. Satu hal lagi yang mungkin bakal mendorong warga Cibaduyut memancang monumen bagi meremehkan haji Rusdi ialah adanya jalan selebar 3 meter dan panjang 1.600 meter yang kini telah beraspal. Untuk ini diperoleh 26 drum aspal dari Pemda Kabupaten Bandung. Itupun baru turun berkat "kebandelan" wak haji Rusdi yang tidak kapok-kapoknya minta aspal tersebut. "Sehingga sekarang tak usah takut becek lagi kalau datang ke Cibaduyut" kata Lurah jempolan itu.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. CIBADUYUT TOPSITE - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger