Bermain di tim
SEBUAH harmonika di mulutnya -- sementara jari-jarinya memetik kecapi. Supeno, 33 tahun, lebih populer sebagai Braga Stone. Sabtu pekan lalu ia manggung di Teater Arena Taman Ismail Marzuki, ditonton sekitar 200 orang -- semuanya anak muda. Supeno sungguh seniman. Ia tunanetra yang pandai main kecapi dan harmonika sekaligus. Yang dibawakannya dari lagu-lagu The Beatles sampai Ebiet, dari rock sampai country. Dan ini, Hesti, lagu Lilies Suryani yang populer di tahun 1964, yang selalu dibawakannya setiap ia manggung, malam itu pun tak ketinggalan. O, o, Hesti mengapa wajahmu mirip dia, guraunya, adalah baris lirik lagu Lilies tersebut yang berkesan padanya. Memang. Anak Cibaduyut, Bandung, yang malam itu muncul dengan stelan jas cokelat muda, mulai belajar memetik kecapi ketika umur 10 tahun. "Saya belajar sendiri," katanya. Terdesak kebutuhan hidup, 1970 ia memberanikan diri mangkal di Jalan Braga-ngamen. Empat tahun kemudian namanya jadi tenar dengan sebutan Braga Stone dan diundang ke berbagai kota. Tentang sebutan itu, ada ceritanya. Tahun 1973 Supeno diajak mahasiswa ITB meramaikan dies natalis. "Waktu itu saya diperkenalkan sebarai Rolling Stones Indonesia." Tapi baru setahun kemudian, ketika ia ngamen lagi di ITB, penonton ramai memanggilnya Braga Stone. Ayah lima anak ini sudah mengelilingi hampir seluruh kota besar di Jawa dan Sumatera. Juga pernah tiga kali main film -- yang terakhir bersama Rano Karno dalam Mawar Merah Berduri Duka (belum beredar). Tidak seperti biasa, dalam film ini ia pun tarik suara -- sembari memetik kecapi. Dia memang jarang menyanyi. "Rasanya suara saya ini serak-serak becek," kata Supeno, yang mengaku punya penghasilan Rp 150 ribu sebulan. Ini kalau hanya mangkal di Jalan Braga saja -- sebab di situlah terutama rezekinya. Braga Stone.
No comments:
Post a Comment